Rabu, Oktober 09, 2013

dua pencerahan, mengenai hak menguji MK dan mengenai Computer Assisted Test (CAT)

memang tak ada hubungan langsung antara MK dengan Computer Assisted System, namun pada hari ini saya mendapat pencerahan mengenai keduanya.


1. tentang kewenangan MK menguji undang-undang yang diundangkan sebelum amandemen UUD 1945

Pencerahan ini saya dapat ketika menyaksikan tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) di TVone (8/10). Tema ILC waktu itu sebenarnya membahas mengenai skandal suap salah seorang hakim MK, namun ketika salah satu narasumber yaitu Yusril Ihza Mahendra dimintai pendapat oleh Karni Ilyas maka pendapat itu pun meluas ke berbagai hal. Salah satunya Yusril mempertanyakan kewenangan MK untuk menguji Undang-undang yang diundangkan sebelum amandemen UUD 1945 (yaitu sebelum tahun 1999). Yusril adalah salah seorang yang turut membidani kelahiran UU No.24/2003 tentang MK. Yusril ketika itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman di Kabinet Gotong Royong di bawah kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Dengan demikian Yusril adalah orang yang mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU MK di DPR. Yusril menyebut perdebatan yang ada saat itu cukup sengit, termasuk perdebatan mengenai batasan Undang-undang mana yang dapat dijudicial review oleh MK. Yusril sebagai wakil pemerintah berpandangan bahwa hanya terhadap UU yang lahir setelah amandemen UUD 1945-lah yang dapat diuji oleh MK. Sedangkan pihak yang berseberangan menganggap sebaliknya. Namun argumentasi Yusril/pihak pemerintah dapat diterima oleh mayoritas anggota DPR sehingga UU MK tersebut menentukan bahwa UU yang dapat diuji ke MK adalah UU yang diundangkan setelah amandemen UUD 1945.

Perkembangan selanjutnya justru menunjukkan hal yang bertentangan. Pada tahun 2005, Pasal dalam UU MK yang mengatur mengenai batasan UU yang dapat di-judicial review ke MK pun diuji ke MK. MK kemudian membatalkan pasal tersebut, yang berarti MK kemudian berwenang menguji UU yang diundangkan sebelum amandemen UUD 1945, mulai dari UU yang lahir di era Soekarno hingga akhir era Soeharto.

Yusril kemudian di ILC menjelaskan beberapa argumentasi mengapa ia menolak kewenangan MK untuk mengadili UU yang diundangkan sebelum amandemen UUD 1945. Poin yang saya tangkap dari pikiran awam saya adalah, jelas sekali bahwa batu ujinya sudah berbeda. Undang-undang yang dilahirkan sebelum amandemen UUD 1945 jelas adalah Undang-undang yang bernafaskan UUD 1945 yang asli, keberadaan berbagai UU di masa tersebut adalah pelaksanaan dan didasarkan dari UUD 1945 yang asli. Karena itu kalau mau diuji tentu batu ujinya adalah UUD 1945 yang asli. Tidak konstitusionalnya UU tersebut adalah karena bertentangan dengan UUD 1945 yang asli. Begitu juga dengan UU yang lahir stelah amandemen UUD 1945, batu ujinya adalah UUD 1945 hasil amandemen. Konstitusionalitas UU tersebut dilihat dari bertentangan atau tidaknya UU tersebut dengan UUD 1945 yang asli. Karena yang sekarang berlaku adalah UUD 1945 hasil amandemen, maka seharusnya MK memang hanya berwenang menguji UU yang lahir sesudah amandemen UUD. Sebab batu uji yang berlaku ya UUD 1945 hasil amandemen. Agak janggal jika suatu UU yang keberadaannya tidak didasarkan pada UUD 1945 hasil amandemen (yaitu UU yang diundangkan sebelum amandemen UUD 1945), justru diuji dengan UUD 1945 hasil amandemen.

Yusril menyebut dengan pembatalan pasal ini maka otomatis semua produk hukum yang berlaku di Indonesia saat ini harus diuji dengan UUD 1945. Termasuk pula KUHP, KUHPerdata, KUHD, HIR/RBg yang merupakan produk peninggalan jaman Hindia Belanda. Semua produk hukum peninggalan Hindia Belanda tadi masih berlaku di Indonesia hingga saat ini, maka otomatis terhadapnya terbuka kemungkinan untuk dijudicial review ke MK karena semua produk hukum tadi adalah Undang-undang yang mengikat publik. Akan menjadi lucu jika nantinya ada yang ingin mempersoalkan pasal-pasal yang ada di KUHP misalnya dan menmohon uji materi ke MK. Tentu MK wajib memprosesnya dan batu ujinya tentu adalah UUD 1945. Menjadi lucu di sini karena KUHP sendiri sebagai produk hukum buatan Belanda dibuat tidak berdasarkan UUD 1945, melainkan dibuat berdasarkan konstitusi Belanda. Jika mau menguji KUHP maka harus mengujinya terhadap UUD Belanda, bukan UUD Indonesia. Keganjilan semacam inilah yang jadi alasan mengapa MK tidak berhak menguji UU yang lahir sebelum amandemen UUD 1945. Namun ternyata majelis hakim MK pada tahun 2005 dengan segala 'kebijaksanaannya' membatalkan pasal ini. Yusril mengindikasikan bahwa pembatalan pasal ini adalah cara MK untuk makin memperluas ruang kewenangan mereka dalam menguji UU terhadap UUD.

Yusril juga mempertanyakan mengenai hak MK menguji UU yang mengatur mengenai MK. Karni Ilyas mengibaratkannya dengan persidangan umum, dimana hakim harus mengundurkan diri manakala dia mendapati perkara yang dihadapinya adalah perkara yang terindikasi melibatkan dirinya di dalamnya. Prinsip ini sebenarnya harus diterapkan pula pada MK secara analogis, yaitu MK wajib menolak pengujian UU yang mengatur mengenai MK sendiri. Hal ini adalah untuk menghindari adanya conflict of interest (konflik kepentingan), sebab putusan pengujian UU tadi bisa saja tidak adil dan objektif.


2. Computer Assisted Test (CAT)

CAT ini adalah salah satu model tes yang banyak dipakai dalam seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di berbagai instansi dan pemerintah daerah. Pada awalnya saya menganggap bahwa CAT ini sama saja dengan ujian-ujian skala nasional lainnya, kata-kata 'computer' disini saya maknai sebagai keterlibatan komputer dalam memeriksa lembar jawaban komputer (LJK). Artinya peserta ujian CAT tetap memakai cara manual yaitu dengan membulat-bulati pilihan jawaban di LJK. Ternyata pikiran bodoh saya ini salah.

Dari penelusuran di internet seperti situs galaunews, ternyata CAT bukan sekadar bermakna pemeriksaan hasil tes dengan menggunakan komputer, melainkan sejak proses pengisian jawaban soal oleh peserta ujian sudah menggunakan komputer juga. Ini sejalan dengan makna dari kata-kata 'computer assisted test', yang diartikan secara ndeso sebagai 'tes yang dibantu oleh komputer'. Dibantu disini ternyata bermakna dibantu seluruhnya mulai dari proses input jawaban hingga pemeriksaan jawaban.

Peserta ujian CPNS dengan sistem CAT akan menerima soal secara daring (online) di komputernya, kemudian di komputer itu juga si peserta menjawab soal-soal tersebut. JAwaban si peserta kemudian dikirim langsung ke server panitia penyelenggara tes. Dengan sistem ini, kecurangan rasanya memang agak berkurang, sebab apa yang dijawab peserta otomatis langsung masuk dan diperiksa oleh sistem komputer panitia dan tidak mungkin direkayasa. Bandingkan jika misalnya masih menggunakan LJK, panitia yang curang bisa saja mengubah-ubah jawaban si peserta demi menguntungkan/merugikan peserta itu. Hal menarik lainnya adalah dengan sistem CAT ini maka soal yang diterima oleh peserta ujian akan berbeda-beda urutan nomornya (mirip sistem paket soal di Ujian Nasional). Ini tentu akan meminimalkan potensi contek-mencontek antar peserta ujian dalam satu ruangan. Peran joki juga bisa diminimalisasi di sini.

Penerapan CAT ini mau tak mau memaksa semua pelamar di instansi yang bersangkutan harus melek dengan teknologi informasi, setidaknya punya kemampuan dasar dalam mengoperasikan komputer. Jika tidak mengerti komputer tentu akan sulit untuk menjawab soal-soal dengan sistem CAT ini.

Yang menjadi pertanyaan saya, apakah komputer untuk CAT ini disediakan oleh panitia atau peserta sendiri yang membawa komputer/laptop. Kalau harus membawa sendiri, tentu agak repot juga karena bertambah lagi beban peserta, terutama yang belum punya laptop. Tapi saya rasa untuk tes dengan sistem CAT ini menggunakan komputer yang disediakan panitia, sebab kalau peserta dibolehkan membawa laptop sendiri tentu ada potensi kecurangan. Bisa saja peserta membuat 'contekan-contekan digital' ataupun melakukan komunikasi ilegal menggunakan gadget pribadinya itu demi memuluskan langkahnya lulus dalam tes CPNS itu.

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus