Kamis, Oktober 10, 2013

Ternyata Letusan Gunung Api Paling Dahsyat di Dunia Terjadi di Kompleks Gunung Rinjani

Ada satu artikel menarik di harian Kompas (8/10) yang mengangkat tentang letusan gunung api terdahsyat. Berdasarkan artikel yang dimuat dalam rubrik Iptek Kompas itu, terungkap fakta bahwa letusan gunung api yang paling dahsyat sepanjang 7.000 tahun terakhir ternyata berasal dari letusan gunung Samalas yang ada di kompleks Gunung Rinjani, NTB. Ini dia.

========================



“Rinjani” yang Guncang Dunia

Fakta bahwa Indonesia dikepung gunung api teraktif di dunia semakin tak terbantahkan. Baru-baru ini, sejumlah ilmuwan menemukan fakta tentang letusan Gunung Rinjani di Pulau Lombok pada tahun 1257 yang berdampak global. Letusan itu disebut terbesar di bumi dalam 7.000 tahun terakhir.

Oleh : Ahmad Arif

Letusan itu bahkan dikatakan jauh lebih dahsyat dibandingkan letusan Tambora pada 1815 dan Krakatau pada 1883. Jejak letusan itu awalnya diketahui dari sebaran rempah gunung api aerosol sulfat yang terperam dalam lapisan es di kutub. Dari sebaran materialnya, dipastikan letusan itu sangat hebat dan berdampak global. Berdasarkan penanggalan dengan radio karbon, dipastikan pelepasan material vulkanik terjadi pada 1257. Namun, tiga dekade terakhir, gunung api yang menjadi sumber letusan itu masih menjadi misteri.

Para ilmuwan awalnya menduga, material vulkanik berasal dari letusan gunung di Meksiko, Ekuador, atau Selandia Baru. Para ilmuwan kemudian bekerja seperti detektif yang melacak sidik jari dengan mencocokkan kimia geologi di lapisan es dengan sejumlah gunung api yang diduga menjadi sumbernya. Hasilnya dipastikan bahwa sumber letusan itu adalah Gunung Samalas di kompleks Gunung Rinjani, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Para peneliti juga menemukan Babad Lombok, yang merekam tentang letusan Gunung Samalas di masa lalu.

Temuan ini dipublikasikan di jurnal internasional PNAS edisi akhir September 2013. “Implikasi dari riset kami cukup luas dan mengejutkan,” kata Indyo Pratomo, geolog dari Badan Geologi Bandung, yang terlibat dalam penelitian tersebut.

Peneliti Indonesia lain yang turut serta adalah Danang Sri Hadmoko dari Jurusan Geografi Universitas Gadjah Mada dan Surono, mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Selain itu, ada 12 ahli yang terlibat dari berbagai kampus ternama di Eropa, seperti Frank Lavigne dari Université Panthéon-Sorbonne, Jean-Philippe Degeai dari Université Montpellier, dan Clive Oppenheimer dari University of Cambridge, Inggris.

Dampak Global

Selama ini, letusan Gunung Tambora pada 1815 dianggap terbesar dalam sejarah modern. Kekuatan letusan Tambora, berdasarkan Volcanic Explosivity Index, berada pada skala 7 dari 8, hanya kalah oleh letusan Gunung Toba (Sumatera Utara) sekitar 73.000 tahun lalu.

Jumlah korban tewas akibat letusan Tambora tercatat terbesar, mencapai 71.000 orang. Sebagian ahli menyebut 91.000 orang. Sepuluh ribu orang langsung tewas, sisanya karena bencana kelaparan dan penyakit.

Jumlah ini belum termasuk kematian di negara lain, termasuk Eropa dan Amerika yang diderita kelaparan. Asam sulfat yang dilepas Tambora menutup angkasa, menyebabkan tahun tanpa musim panas di Barat.

Namun, posisi letusan Tambora agaknya bakal terkoreksi setelah penemuan letusan Gunung Samalas di kompleks Rinjani. Berdasarkan penelitian Frank Lavigne dan tim, letusan Samalas diperkirakan memuntahkan sedikitnya 40 kilometer kubik material vulkanik. Tinggi kolom letusannya diperkirakan 43 km, yang terbesar dalam 7.000 tahun terakhir.

Letusan itu menyebabkan kawah raksasa, berukuran 6 km x 8,5 km dan kedalaman 800 meter. Kawah itu dikenal sebagai Segara Anak yang berada di ketinggian 2.010 meter di Lereng Gunung Rinjani (3.726 meter). Sebelum meletus, Gunung Samalas diperkirakan mencapai ketinggian hingga 4.200 meter. Ini berarti sekitar separuh volume gunung ini hilang saat letusan.

Besarnya material vulkanik yang dilepas ke udara ini dipastikan membawa dampak global, sebagaimana yang ditimbulkan dari letusan Gunung Tambora. Letusan Samalas diduga menjadi sumber kematian massal di Eropa pada 1258, setahun setelah letusan itu. Sebagaimana letusan Tambora yang berdampak pada kegagalan panen di Eropa sehingga memicu kelaparan dan kematian massal pada 1816 atau setahun setelah letusan, letusan Samalas diduga memicu permasalahan serupa, bahkan mungkin lebih dahsyat.

Bagaimana dengan dampaknya di Nusantara?

Berdasarkan Babad Lombok, letusan Gunung Samalas disebutkan telah menghancurkan Pamatan, ibukota Kerajaan Lombok. Diduga, kota ini terkubur material gunung api. Letusan ini diduga berdampak besar terhadap kehancuran lingkungan di Lombok, Bali, dan bagian barat Sumbawa hingga bertahun-tahun kemudian.

“Selain berimplikasi terhadap disiplin kegunungapian dan mitigasi bencana, temuan ini juga memberikan peluang penelitian baru di bidang arkeologi hingga sejarah Nusantara pada masa lalu,” kata Indyo.
Dari aspek vulkanologi, menurut Indyo, temuan ini membuka kembali ide-ide penelitian tentang karakteristik letusan besar di kawasan itu, seperti Tambora, Rinjani, Batur, dan Agung. “Paling tidak dalam 1.000 tahun ke belakang harus diteliti karena kemungkinan akan berulang.”

Dari aspek arkeologi dan sejarah, kata Indyo, letusan ini menjadi tantangan untuk meneliti lebih lanjut pola migrasi kerajaan, kebudayaan, dan populasi penduduk di kawasan tersebut di masa lalu. Sebelumnya, jejak letusan Gunung Tambora yang mengubur Kerajaan Tambora ditemukan Haraldur Haraldur Sigurdsson, ahli gunung berapi dari Universitas Rhode Island, AS, pada tahun 2004. Temuan tersebut kala itu mengguncangkan dunia dan dikenal sebagai “Pompeii dari Timur.”

Letusan Samalas yang berdampak pada melemahnya kerajaan di kawasan timur Indonesia, menurut Indyo, kemungkinan mengubah peta politik di masa lalu, misalnya mempengaruhi penyerbuan Raja Singosari, Kertanegara, ke Bali pada 1284.

Indyo menambahkan, kita harus lebih menghargai naskah budaya tua yang semakin menghilang dan lebih banyak tersimpan di luar negeri. Dari catatan-catatan itu tersimpan sejarah Nusantara, seperti yang tersimpan dalam Babad Lombok.

***
 
Catatan
Evolusi Gunung Rinjani, Kaldera Segara Anak, dan Gunung Barujari
1. tinggi sekitar 5.000 mdpl pada waktu 1 juta tahun lalu (zaman tersier)
2. letusan pertama tidak diketahui
3. letusan hebat yang disertai perubahan bentuk kaldera sekitar 14.000 tahun lalu (holocen)
4. pembentukan danau Segara Anak dan diikuti pembentukan kerucut Gunung Barujari
5. pembentukan Gunung Rombongan. Waktu dimulai pada letusan tahun 1944 dan terus berkembang meluas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar