Selasa, Agustus 18, 2009

16, 17, dan 18 agustus

Kemarin saya melihat sebuah iklan di televisi. Awalnya saya kira itu iklan film tentang perang kemerdekaan, namun ternyata adalah iklan mengenai makna 16 Agustus 1945.

Ada apa di 16 Agustus 1945? Kita mungkin masih ingat pelajaran sejarah di SD, bahwa pada tanggal itu Soekarno dan Hatta ‘diculik’ oleh para pemuda ke Rengasdengklok. Di situ para pemuda seperti Wikana, Chairul Saleh, Sukarni, dll ‘memaksa’ Bung Karno agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia secepatnya, karena saat itu Indonesia dalam keadaan vacuum of power dikarenakan Jepang sudah bertekuk lutut pada Sekutu seiring pengeboman Hirosima dan Nagasaki beberapa hari sebelumnya. Sementara itu, Belanda sebagai bagian dari Sekutu yang diperkirakan akan kembali ke Indonesia untuk menjajahnya, belum datang. Maka para pemuda merasa inilah saat yang tepat untuk memproklamirkan kemerdekaan. Setelah berkompromi dengan pemuda, akhirnya Bung Karno bersedia untuk memproklamirkan kemerdekaan pada, yaitu pada 17 Agustus 1945. Maka Bung Karno dan Bung Hatta kemudian ‘dibebaskan’ dan kembali ke Jakarta untuk menyusun naskah proklamasi. Indonesia pun memasuki alam kemerdekaan pada Jumat pagi 17 Agustus 1945 dengan diproklamirkannya kemerdekaan oleh Soekarno dan Hatta.

Jadi bisa kita lihat betapa pentingnya kejadian pada 16 Agustus 1945 itu. Andaikan para pemuda tidak ‘menculik’ Bung Karno dan Bung Hatta serta pemimpin bangsa lainnya, mungkin proklamasi tidak akan dibacakan pada 17 Agustus, dan sejarah bangsa ini bisa saja menjadi lain jalannya, sekiranya proklamasi itu baru beberapa hari kemudian baru dibacakan. 17 Agustus adalah saat yang sangat tepat untuk memproklamirkan, dan hal itu tidak akan terjadi jika para pemuda tidak menculik para pemimpin bangsa. Maka tanggal 16 Agustus ini patut kita kenang, karena di tanggal ini terjadi suatu peristiwa penting yang merupakan satu rangkaian vital dengan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Selain itu, satu hari sesudah 17 Agustus, yaitu tanggal 18 Agustus pun patut kita kenang. Mengenai hal ini, MPR sudah menganjurkan agar memperingati hari konstitusi itu. Jika kita lihat kejadian yang terjadi pada tanggal itu, maka memang sangat pantas apabila tanggal itu kita peringati juga. Pada 18 Agustus 1945 lah, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang dan menetapkan beberapa hal penting, yaitu pengangkatan Soekarno dan Muhammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia, penetapan Undang-Undang Dasar 1945, serta pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Bisa dikatakan, pada 18 Agustus inilah Indonesia baru bisa dikatakan sebagai sebuah negara, karena syarat konstitusional terakhir pendirian sebuah negara menurut Konvensi Montevideo, yaitu mempunyai pemerintahan, telah terpenuhi. Sebelumnya Indonesia telah memiliki wilayah serta rakyat sebagai syarat konstitusional pendirian negara yang lain. Selain itu ditetapkannya UUD 1945 juga semakin membuat tanggal ini semakin penting, karena UUD 1945 menjadi hukum dasar negara Indonesia dalam kehidupan bernegara di hari-hari ke depannya.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 memang merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Namun satu hari sebelum dan sesudah 17 Agustus pun mempunyai nilai sejarah yang begitu penting yang erat kaitannya dengan proklamasi kemerdekaan tadi. Maka sudah sepantasnyalah jika kita juga mengenang 16 dan 18 Agustus dalam rangkaian peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.

kemerdekaan dan euforia sesaat

Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 64 pada 17 Agustus 2009 ini hanya berjarak beberapa hari dari hari pertama Ramadhan 1430 H. Saya melihat ada suatu hal yang mirip dari dua hal ini, yaitu euforia sesaat dari masyarakat Indonesia dalam menyambut atau merayakan hari-hari tersebut.

Mengapa euforia sesaat? Karena masyarakat Indonesia terkesan bersemangat dan antusias hanya pada saat hari H perayaan serta beberapa hari sebelum dan sesudahnya. Setelah itu, semangat dan antusiasme, terutama untuk melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam perayaan yang mereka rayakan tadi, seperti hilang dan lenyap entah kemana.

Mari kita lihat media massa kita, terutama televisi. Beberapa hari menjelang 17 Agustus, nyaris semua stasiun menyiarkan acara-acara yang mengangkat tema mengenai hari kemerdekaan, mulai dari siaran wisata sejarah, pemutaran film-film bernuansa perang kemerdekaan, talk show mengenai kemerdekaan, sampai konser-konser musik yang memakai tema kemerdekaan. Rakyat pun akan bangkit rasa nasionalismenya dengan melihat tayangan-tayangan ini. Semangat ini akan menjadi positif jika terus dihidupkan sekalipun 17 Agustus telah lewat. Tapi sayangnya, setelah 17 Agustus program-program itu menghilang dan stasiun televisi kembali ke program-program rutinnya. Memang tidak relevan jika acara-acara bertema kemerdekaan itu disiarkan terus menerus, tapi alangkah baiknya jika ada satu dua program bertema kemerdekaan itu rutin disiarkan oleh televisi. Sehingga rasa nasionalisme dan cinta tanah air itu tetap hidup di masyarakat, tidak hanya pada 17 Agustus saja. Televisi pun akan terhindar dari cap aji mumpung memanfaatkan momen kemerdekaan demi meraup untung yang besar.

Hal senada kita lihat pada bulan Ramadhan. Di bulan itu, semua stasiun televisi menyiarkan program-program Islami bernuansa Ramadhan. Namun apa yang terjadi, sesudah Idul Fitri program-program itu menghilang dan televisi kembali ke rutinitasnya. Program-program Islami hanya ditayangkan pada waktu subuh serta tengah malam saja, ditempatkan sebagai acara penutup. Inilah euforia sesaat dari televisi Indonesia yang bisa dianggap mencerminkan karakter masyarakat Indonesia sesungguhnya.

Kemudian dari sisi pribadi orangnya. Menjelang 17 Agustus, banyak orang mendadak terlihat nasionalis. Padahal jika ditanya mengenai sejarah Proklamasi atau bahkan dites mengenai hafalan Pancasila, banyak yang tidak bisa menjawabnya, terutama di kalangan pemuda sekarang. Tampilan luar ataupun gaya tidaklah penting, yang penting adalah isinya, dalam hal ini pemahaman mengenai nilai-nilai yang didapatkan dari peringatan 17 Agustus itu.

Begitu juga pada bulan Ramadhan. Banyak orang tampil dengan gaya Islami, padahal di hari-hari biasa tidak begitu. Apabila ditanyakan mengenai makna dari apa yang dia tampilkan, maka sangat mungkin ia tidak bisa menjawabnya.

Maka kita perlu menghilangkan budaya euforia sesaat ini. Jika kita tetap mempunyai semangat untuk menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap perayaan yang kita ikuti, tidak hanya pada saat perayaan tersebut, namun juga di hari-hari lainnya, maka semangat itu bisa menjadi dorongan yang kuat dalam meraih kesuksesan dalam hidup. Dirgahayu Republik Indonesia yang ke 64.

Minggu, Agustus 16, 2009

ternyata bukan encik noordin...

Teka-teki mengenai siapa Mr. X yang tewas dalam penyergapan oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror di Desa Beji, Temanggung selama 17 jam (Jumat sore 7 Agustus-Sabtu pagi 8 Agustus) akhirnya terjawab pada Rabu (12/8). Mayat teroris yang sempat diduga sebagai gembong teroris Noordin Muhammad Top itu, setelah melalui tes DNA ternyata adalah Ibrohim, salah satu buronan polisi pasca pengeboman Hotel JW Marriott dan Ritz Charlton (17/7).

Bahwa mayat jenazah Mr. X itu bukanlah Noordin sebenarnya sudah diprediksi sebelumnya. Hal ini disebabkan ada beberapa kejanggalan yang menguatkan anggapan bahwa orang yang tewas itu bukanlah Noordin. Beberapa kejanggalan itu diantaranya :
1. teroris yang disergap itu hanya seorang diri ketika penyergapan. Padahal seorang Noordin selalu didampingi oleh beberapa pengawal.
2. tidak ditemukan rompi berisi bahan peledak pada diri jenazah, dimana rompi ini selalu dipakai oleh Noordin.
3. teroris itu mengaku sebagai Noordin, seharusnya jika dia memang Noordin dia tidak melakukan hal itu.
4. lokasi rumah tempat persinggahan yang disergap itu tidak memungkinkan untuk melarikan diri dengan mudah, karena dikelilingi bukit dan persawahan luas yang memudahkan aparat untuk menangkapnya jika kabur.
5. Temanggung sudah pernah dikunjungi Noordin sebelumnya.
6. pihak Polri tidak mengatakan bahwa jenazah itu adalah Noordin.

Dalam konferensi pers yang digelar Polri di RS Polri Kramatjati Jakarta pada Rabu pagi yang sempat molor selama 20 menit, Polri mengumumkan hasil identifikasi empat jenazah yang tewas dalam penyergapan di dua tempat, yaitu di Temanggung dan di Jatiasih,Bekasi. Dalam konferensi pers itu dihadiri oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Nanan Soekarna beserta stafnya.

Dalam awal keterangannya,Polri membeberkan metode-metode yang mereka pakai dalam mengidentifikasi jenazah. Ada dua metode yang digunakan, yaitu metode primer dan metode sekunder. Metode primer adalah mengenali jenazah dengan melalui tes sidik jari,tes gigi, serta tes DNA. Sedangkan metode sekunder adalah berdasarkan benda-benda yang ditemukan pada diri jenazah yang dapat dipakai untuk menentukan identitas orang tersebut.

Setelah membeberkan metode-metode identifikasi, maka Polri pun mengumumkan identitas keempat jenazah yang berhasil diidentifikasi. Mereka adalah Dani Dwi Permana, pelaku bom bunuh diri di JW Marriott, Aher Setyawan dan Eko Joko Sarjono, dua tersangka teroris yang tewas dalam penyergapan di Jatiasih, Bekasi, serta yang terakhir dan paling ditunggu-tunggu karena diduga sebagai Noordin, setelah dicocokkan DNA nya dengan keluarga Noordin di Malaysia serta di Jawa Tengah, ternyata tidak cocok, namun dengan DNA keluarga di Kuningan ternyata cocok, maka dipastikan bahwa teroris yang tewas di Temanggung adalah Ibrohim, penata bunga di hotel JW Marriott.

Kemudian Polri menayangkan rekaman video CCTV yang mengungkapkan peran apa yang diemban Ibrohim dalam pengeboman JW Marriott dan Ritz Charlton. Dapat dikatakan bahwa Ibrohim adalah perencana dan manajer operasional dari peristiwa pengeboman itu.

Ibrohim tercatat sebagai penata bunga (floris) di berbagai hotel di Jakarta sejak 1994, dan mulai 2004 dia bekerja di JW Marriott. Dia pun diketahui menjadi anggota Jamaah Islamiyah sejak 2000. Dari aktivitasnya di organisasi inilah dia mengenal Noordin hingga bersedia menjadi seorang teroris.

Posisi Ibrohim sebagai karyawan di JW Marriott memeberikan keleluasaan baginya untuk bergerak. Hal itu terbukti dari rekaman video, bahwa pada 8 Juli dia membawa masuk Dani melalui pintu belakang hotel untuk melakukan survei lokasi. Kemudian, sehari sebelum pengeboman (16/7) Ibrohim sendiri yang memasukkan bahan peledak ke dalam hotel dengan menggunakan mobil pick up dari pintu belakang. Ia sendiri yang mengantarkan bom itu ke kamar 1808 yang disewa Dani, sekalipun sopir pick up meminta agar ia saja yang mengantarnya, namun hal itu ditolak oleh Ibrohim. Bom itu pun lolos dari pemeriksaan ketat petugas keamanan, karena mereka sudah mengenal Ibrohim sebagai karyawan di hotel itu.

Hal di atas sekaligus menjawab pertanyaan, mengapa aparat bisa kecolongan sehingga bom bisa dibawa masuk ke hotel. Selama ini bom tersebut dianggap berada dalam koper Dani ketika ia melakukan check in. Ternyata koper Dani memang tidak berisi bom, karena itu bisa lolos dari pemeriksaan petugas. Bom tidak dibawa oleh Dani, melainkan diantar sendiri oleh Ibrohim. Maka pengamanan di bagian depan hotel sebenarnya sudah maksimal, hanya pengamanan di bagian belakang saja yang missing.

Kemudian pada Jumat pagi Ibrohim juga yang mengantarkan Ikhwa Maulana alias Nana, pelaku bom bunuh diri di Ritz Charlton ke hotel tersebut. Tak lama kemudian, terjadilah dua pengeboman bunuh diri tersebut, yaitu oleh Dani di JW Marriott dan Nana di Ritz Charlton.

Itulah peran Ibrohim dalam peristiwa pengeboman tersebut. Selain itu, dari penggerebekan di Jatiasih juga terungkap bahwa Ibrohim adalah penyedia bahan peledak untuk target berikutnya, dan dia sendiri yang akan menjadi pelaku bom bunuh diri itu.

Maka, Noordin dipastikan belum tewas dan masih berkeliaran hingga sekarang. Seperti dikatakan Kadiv Humas Pori, perang melawan terorisme belum selesai dengan tewasnya para teroris ini. Masyarakat diharapkan mendukung dan bekerjasama dengan Polri untuk mengungkap jarring-jaring terorisme di Indonesia ini.