Sabtu, Maret 26, 2011

komentar tentang keterlibatan PBB dalam kasus libia

Apa yang terjadi di Libya saat ini sangat menarik perhatian dunia internasional. Demonstrasi dan pemberontakan rakyat untuk menggulingkan rezim Moammar Khaddafi yang telah berkuasa selama kurang lebih 41 tahun, telah memakan ribuan korban jiwa. Tindakan represif dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi pemberontakan ini, sementara itu pasukan koalisi yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis telah pula menyerang balik pasukan Khadafi ini dengan dalih menjaga zona larangan terbang yang telah ditetapkan oleh PBB.

Pemberontakan rakyat Libya ini dapat dikatakan sebagai efek domino dari kejadian serupa yang terjadi di banyak negara-negara timur tengah belakangan ini. Dimulai dari Tunisia, Mesir, dan sekarang merembet ke Libya, Bahrain, yaman, dan lain-lain. Motif dari kesemua demonstrasi itu pada dasarnya sama, yaitu menggulingkan pemerintah yang berkuasa di masing-masing negara, yang mana pemimpin dari negara-negara tersebut sebagian besar sudah menjabat selama berpuluh tahun dan cenderung menjadi diktator di negaranya. Maka demi pembaharuan mereka pun melakukan demonstrasi agar pemerintahan yang berkuasa dapat digulingkan.

Di Libya, demonstrasi yang telah menelan banyak korban jiwa ini sampai membuat PBB terlibat dalam proses penyelesaian konflik ini. Menarik untuk mengamati keterlibatan PBB dalam penyelesaian konflik Libya ini, sebab sesungguhnya konflik Libya ini adalah konflik internal antara rezim Khadafi dengan rakyat yang berunjuk rasa, sehingga seharusnya hanya pemerintah Libya sendiri yang menyelesaikan urusan ini, tanpa ada campur tangan dari pihak luar tanpa diminta. Ini berkaitan juga dengan kedaulatan suatu negara, dimana untuk menegakkan pemerintahannya suatu negara berhak dan wajib memberantas setiap pemberontakan di negara tersebut. Maka tulisan ini akan mencoba sedikit mengomentari keterlibatan PBB dalam penyelesaian konflik Libya ini.

Jika alasan PBB untuk ikut serta dalam proses penyelesaian konflik ini adalah karena adanya suatu pelanggaran HAM, maka kita perlu mengetahui dulu apakah PBB memang berhak turut terlibat dalam penyelesaian suatu pelanggaran HAM di suatu negara, menurut ketentuan yang ada, PBB berwenang menangani suatu kasus pelanggaran HAM jika itu berupa suatu kejahatan HAM berat, seperti kejahatan kemanusiaan dalam perang maupun adanya suatu genosida atau pemusnahan suatu ras/etnis tertentu. Contohnya kasus genosida yang dilakukan Serbia terhadap etnis Bosnia, disini PBB berhak untuk ikut masuk menyelesaikan kasus itu. Lalu pertanyaannya, apakah yang terjadi di Libya ini sudah memenhi keadaan tersebut. Sebab di Libya yang sesungguhnya terjadi adalah adanya suatu penumpasan pemberontakan menggulingkan pemerintah, bukannya suatu genosida maupun kejahatan perang.

Kemudian, sekiranya memang kasus Libya itu sudah memenuhi kriteria untuk ditangani PBB, maka seharusnya tidak bisa langsung diserahkan kepada PBB. Menurut ketentuan, jika terjadi suatu pelanggaran HAM berat di suatu negara yang dapat berimbas pada keamanan dan perdamaian di negara tetangganya maupun di regional sekeliling negara tersebut, maka sebelum diselesaikan oleh PBB konflik tersebut musti diselesaikan dulu di tingkat regional, jika tidak ditemui jalan keluar baru dimintakan bantuan kepada PBB. Dalam konflik Libya ini, seharusnya Liga Arab sebagai organisasi regional yang menaungi wilayah Libya menyelesaikan terlebih dahulu kasus ini di tingkat regional. Namun Liga Arab malah langsung menyerahkan konflik Libya ini kepada PBB dengan meminta agar dibuatkan zona larangan terbang di wilayah udara Libya.
Kemudian berkaitan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB, seharusnya untuk mengeluarkan resolusi maka harus disetujui oleh 2/3 dari seluruh anggota DK PBB, tanpa ada yang abstain dan tanpa ada yang memveto. Namun dalam kasus ini justru ada abstain dari Cina dan Rusia mengenai tindakan PBB terhadap Libya ini. Alasan mereka adalah adanya klausula yang memperbolehkan pasukan PBB untuk melakukan segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka mengamankan zona larangan terbang tersebut. Klausula ini mereka anggap rawan disalahgunakan, karena itu china dan Rusia kemudian lebih memilih abstain. dan kemudian ternyata memang terbukti pasukan koalisi menggunakan klausula ini untuk membombardir beberapa daerah di Tripoli termasuk kediaman Khadafi dengan dalih menjaga zona larangan terbang. 

Kemudian patut diperhatikan tindakan AS dan Inggris yang begitu cepat memasuki wilayah Libya dengan mengatakan mewakili PBB. Padahal jika PBB sudah mengeluarkan resolusi untuk ikut serta menyelesaikan konflik di suatu negara, maka harus segera dibentuk suatu pasukan gabungan yang terdiri dari berbagai negara untuk dikirimkan ke negara itu. Dalam hal ini AS dan Inggris jelas menyalahi, karena mereka mengklaim mewakili PBB dalam penyelesaian konflik Libya. Padahal untuk hal ini harus ada suatu pasukan gabungan yang tidak hanya terdiri dari dua negara saja.

Jika kita lihat, tentu cepatnya reaksi AS dan Inggris ada kaitannya dengan kekayaan yang terdapat di bumi Libya. Ya, cadangan minyak bumi yang tersimpan begitu banyak di Libya membuat AS tergiur untuk menguasainya. Mereka mengulangi apa yang mereka lakukan sekitar 8 tahun lalu, yaitu menyerang Irak. Memang minyak bumi adalah magnet yang paling kuat menarik bangsa-bangsa di dunia ini, sebab mempunyai uang dan minyak adalah berarti menguasai dunia. Dan hal inilah yang coba dikejar oleh AS dan sekutunya dengan memanfaatkan konflik di Libya ini, dengan juga membawa-bawa nama PBB, demi kepentingan terselubung mereka berkaitan dengan sumber daya minyak Libya yang melimpah itu.