Senin, Desember 30, 2013

Pulau Jawa yang menyatu dengan Bali di peta KTP elektronik

Barangkali saya terlambat tahu, tapi saya memang baru menyadarinya kemarin. Hal-hal kecil kadang-kadang memang sering terluput dari perhatian, dan baru setelah ada yang mengingatkan baru kita menyadarinya. Hal 'kecil' nan 'sepele' yang saya maksudkan adalah peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdapat di sisi depan karu tanda penduduk elektronik kita.

Di peta NKRI itu, jika kita perhatikan ternyata ada kejanggalan yang cukup mencolok, yaitu adanya perbedaan antara gambaran peta NKRI yang biasanya kita kenal, dengan gambaran peta yang ada di KTP elektronik itu. Mengapa mencolok, karena perbedaannya bukanlah terkait penggambaran pulau-pulau kecil, melainkan penggambaran pulau utama di Indonesia.

Pulau Jawa di peta KTP elektronik itu digambarkan menyatu dengan Pulau Bali, Pulau Lombok, Pulau Sumbawa, Pulau Komodo, dan Pulau Flores. Tak ada dibuatkan celah di antara gambar pulau-pulau tersebut (sebagaimana di peta normal) yang semestinya menggambarkan selat-selat penghubung antar pulau itu. Sehingga pulau Jawa memanjang begitu jauh mulai dari ujung barat pulau Jawa di provinsi Banten sana, sampai ke Pulau Flores di NTT, Pulau Jawa seakan-akan mempunyai sulur yang panjang ke arah timur.

Ternyata gambaran peta NKRI yang aneh ini bukan baru tercantum dalam peta KTP elektronik, melainkan pada KTP 'lama' keluaran tahun 2010 gambar peta dengan keanehan yang sama juga muncul. Ini tentu memunculkan dugaan bahwa pihak yang mencetak KTP elektronik hanya sekadar menyalin-tempel saja berkas gambar peta Indonesia yang ada di KTP lama untuk dipakai pula di KTP elektronik. Namun, pada KTP yang pertama kali saya miliki (keluaran 2007), peta Indonesia yang ada disitu masih normal dan sesuai dengan apa yang biasanya kita ketahui dari pelajaran-pelajaran di sekolah. Pulau Bali dan pulau-pulau lain di sebelah timurnya masih terpisah dengan Jawa dan tergambar pula bentuk pulaunya dengan jelas, tak seperti gambar yang ada di KTP elektronik sekarang yang seakan-akan menyatu dan melebur dengan Jawa. Yang jelas antara 2007 dengan 2010 dan 2012 orang yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri adalah dua orang berbeda.

Secara iseng, mungkin kita bisa menduga-duga ada apa di balik penggambaran penyatuan pulau Jawa dengan pulau-pulau lain di sebelah timurnya. Mungkin saja ini memang merupakan kesalahan yang tak disengaja dan kemudian tak disadari oleh perusahaan yang memenangkan tender mencetak KTP elektronik. Atau bisa saja kesalahan berupa 'penyatuan' pulau ini memang disengaja. Entah itu karena menggambarkan desain geopolitik di masa depan, di mana antara pulau Jawa dengan pulau-pulau di Kepulauan Sunda Kecil itu nantinya akan dibangun suatu kawasan khusus terpadu yang menyatukan visi dan kebijakan pemerintahan berbagai provinsi mulai dari Banten hingga NTT. Atau desain perekonomian, dimana nantinya konektivitas antara Pulau Jawa dengan Kepulauan Sunda Kecil itu akan semakin ditingkatkan, dan jarak-jarak pemisah antar pulau yang begitu banyak itu akan menghilang dengan sendirinya. Peningkatan konektivitas itu bisa saja berupa pembangunan jembatan antar pulau, sehingga tidak perlu lagi naik turun kapal feri untuk berpindah dari satu pulau ke pulau lain di antara Pulau Jawa hingga pulau Flores. Atau bisa pula dalam bentuk ekstrem sebagaimana arti harfiah yang ada di gambaran peta KTP elektronik itu, yaitu selat-selat penghubung diurug/ditimbun dengan tanah dan pasir sehingga pulau Jawa dengan pulau-pulau lain di timurnya betul-betul menyatu dan melebur. Atau, penggambaran pulau Jawa yang menyatu dengan Bali ini didasarkan atas suatu diagnosa saintik bahwa di masa mendatang, pulau Jawa akan menyatu dengan pulau di sebelah timurnya karena sebab-sebab alamiah tertentu.

Saya baru tahu soal hal kecil ini setelah membaca kartun 'Sukribo' di Kompas (29/12). Kartun berjudul ''Tidak LUCU !!" ini bercerita soal dua orang anak yang sedang main catur, dengan disaksikan oleh seorang bapak-bapak bernama Pak Agung dan juga Sukribo sendiri. Ketika sedang main catur, tersebutlah bahwa nama salah seorang anak itu adalah Nyoman. Pak Agung yang mendengar ini kemudian mengetes si Nyoman, dengan menanyakan nama Nyoman itu asalnya darimana. Nyoman menjawab bahwa nama itu berasal dari Jawa Timur, dan jawaban itu membuat Pak Agung ketawa terbahak-bahak karena melihat suatu 'kebodohan' dari si Nyoman. Pak Agung membetulkan dengan menyatakan bahwa nama Nyoman itu adalah nama yang berasal dari Bali. Pak Agung kemudian meledek si Nyoman dengan menyebut anak jaman sekarang 'parah bener' dan mengatakan bahwa Nyoman tidak sekolah karena pertanyaan semudah itu saja salah dijawab. Sukribo kemudian hadir membela si Nyoman, dengan memberi tahu bahwa di KTP yang baru, pulau Jawa dan pulau Bali resmi jadi satu pulau, jadi Nyoman tidak salah. Sukribo kemudian menakut-nakuti Pak Agung, bahwa kalau Pak Agung bilang Menteri-nya parah dan nggak sekolah (sebagaimana yang dibilang pak Agung ke Nyoman), nanti Pak Agung bisa dituduh subversif tuh.

Selain memberi informasi soal 'peta janggal' di KTP elektronik, kartun Sukribo di atas sebenarnya mengandung pesan moral juga. Yaitu janganlah terlalu merasa dirimu paling pintar dan sok tahu, serta orang lain salah semua. Karena bisa saja orang lain yang kau anggap bodoh dan salah itu mengetahui hal-hal kecil dan sepele (yang tidak diketahui banyak orang) yang justru dapat menjadi penguat atas argumentasi/jawaban yang ia kemukakan, dan kemudian menjatuhkan dengan telak segala kepongahan dan ke-sok tahu-an dari orang 'pintar' tadi.