Kamis, April 10, 2014

kata Cak Lontong soal sekolah

Anda tahu antara SD dengan SMP, jumlahnya banyakan mana? Jawabannya adalah SMP, karena jumlahnya ada  3 huruf, sedangkan SD jumlahnya cuma 2 huruf.

Berdasarkan hasil penelitian saya, ternyata dari seluruh murid SD hanya 1/6 saja di antara mereka yang bisa melanjutkan pendidikannya ke tingkat SMP. Yang 1/6 itu adalah murid kelas 6 SD. Sedangkan sisanya yang 5/6 tidak bisa melanjutkan ke tingkat SMP, mereka terdiri dari murid-murid kelas 1 sampai kelas 5. Mereka tidak bisa melanjutkan ke SMP, paling-paling yang kelas 1 melanjutkan ke kelas 2, kelas 2 melanjutkan ke kelas 3, dan seterusnya.

Sebuah SMP terkadang berlaku diskriminatif pada murid-muridnya. Anak saya pernah mengalami perlakuan diskriminatif di SMP-nya. Ketika itu anak saya tidak diijinkan kepala sekolah untuk ikut Ujian Nasional. Saya tentu tidak terima, lalu saya kumpulkan para wali murid untuk menemui kepala sekolah mempertanyakan hal ini. Jawaban yang kami terima dari kepala sekolah sungguh amat enteng, yaitu anak saya tidak diperbolehkan ikut UN karena masih kelas 2 SMP. Jawaban ini kan menyepelekan kepintaran anak saya.

Perlakuan diskriminatif lainnya juga saya alami dalam bentuk anak saya dilarang berbakti pada orangtuanya. Salah satu bentuk bakti anak saya pada saya sebagai orangtuanya adalah dia mengantarkan saya pergi kerja. Saya masuk kerja jam 8.00, sedangkan anak saya masuk sekolah jam 7.00. Karena anak saya adalah anak yang berbakti, maka ia mengantarkan saya pergi kerja di jam 8.00 itu dan dia baru tiba di sekolah jam 8.30 setelah selesai mengantar saya. Eh malah anak saya dimarahi setibanya di sekolah, alasannya karena terlambat masuk. Padahal kan dia terlambat karena dia ingin berbakti pada orangtuanya, tapi kok dilarang dan dimarahi.

Jaman sekarang ini sedang tren yang namanya "home schooling". Anda tahu siapa yang menemukan "home schooling"? Bukan, bukan Kak Seto, walaupun memang Kak Seto waktu itu terpaksa menyekolahkan Si Komo di rumah saja karena kalau Si Komo belajar di sekolah umum, tiap dia berangkat dan pulang sekolah bakal bikin macet jalan. Tapi sesungguhnya yang menemukan "home schooling" pertama kali adalah saya. Buktinya beberapa puluh tahun yang lalu ketika teman-teman seusia saya pergi bersekolah, saya di rumaaaah saja tidak kemana-mana.

Ternyata struktur gedung bangunan sekolah ada kaitannya dengan tingkat kecerdasan kita dalam menerima sekolah. Dulu saya pernah bersekolah di sekolah yang gedungnya ber-AC dan megah. Bersekolah di situ ternyata membuat nilai-nilai saya bagus, karena kebetulan saya duduk di sebelah murid yang pintar. Tapi saya pernah juga bersekolah di pinggiran. Situasi belajar disitu tidak tenang, walhasil nilai saya jeblok karena bersekolahnya di pinggiran, pinggiran jurang maksudnya..

***disadur dari Indonesia Lawak Klub (ILK) dengan tingkat ketepatan dan kelucuan yang berbeda jauh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar