Sabtu, April 04, 2009

Sedikit Catatan dari Tragedi Situ Gintung

Pernahkah anda membayangkan dua juta meter kubik air tumpah ruah ke rumah anda di saat anda masih terlelap di pagi buta? Hal itulah yang terjadi pada Jum’at subuh (27/3/08) saat tanggul bendungan Situ Gintung di Ciputat, Tangerang Selatan jebol dan mengambil 100 nyawa serta menghancurkan ratusan rumah warga.
Dari berita-berita yang saya baca dan saksikan, air tumpahan tanggul tersebut mulai tumpah pada saat subuh, yaitu sekitar pukul 05.00 di saat sebagian besar warga masih terlelap dalam tidurnya dan sebagian kecil lainnya sudah memulai aktivitasnya di subuh itu untuk melaksanakan solat subuh dan kegiatan lainnya. Dalam keadaan seperti itu, para warga yang tidak merasa curiga tentu tidak menduga bakal ada bencana besar yang akan merenggut nyawa dan harta mereka.
Memang ada sebagian kecil warga yang sudah curiga sejak Kamis malam, dimana mereka melihat bahwa tebing tanggul sudah mulai longsor dan jembatan yang ada di atas bendungan mulai bergoyang-goyang. Karena itu, mereka segera mengumumkan dari masjid untuk menganjurkan agar warga segera mengungsi ke tempat yang aman, karena ada kemungkinan terjadi bencana. Sebagian warga yang mendengar pengumuman itu segera mengungsi, terutama warga dari RT 01 yang paling dekat dari Situ Gintung itu. Karena itu mereka selamat dari bencana tersebut, sekalipun rumah mereka hancur juga diterjang tsunami kecil tersebut.
Namun sebagian warga yang lain tidak membaca tanda-tanda mencurigakan tersebut. Akhirnya mereka menjadi korban bencana mengerikan tumpahnya air sebanyak dua juta meter kubik, yang menurut berita terakhir yang saya saksikan sudah mengakibatkan 100 orang tewas, 70 lainnya masih hilang, 300 lebih rumah hancur, beberapa mobil hancur, dan ratusan warga yang selamat masih mengungsi di beberapa kampus yang ada di sekitar Situ Gintung itu, dan juga di masjid-masjid yang tidak ikut hancur tersapu tumpahan air.
Bendungan Situ Gintung dibangun Belanda pada dekade 1930-an, tujuan bendungan kala itu adalah untuk mengairi sawah-sawah di kawasan tersebut. Namun pada perkembangannya bendungan itu juga ditujukan untuk menampung drainase air dari seluruh Ciputat. Semula bendungan itu luasnya 31 hektar, namun sekarang telah berkurang menjadi 21 hektar. Penyusutan itu terutama disebabkan maraknya pembangunan perumahan di sekitar Situ Gintung tanpa terkendali.
Daerah di sekitar Situ Gintung yang juga dimaksudkan untuk kawasan hijau kota, sekarang malah sudah berubah menjadi hutan beton akibat dari pembangunan perumahan tanpa perhitungan oleh pihak real estate. Hal ini disebut sebagai salah satu penyebab terjadinya bencana ini.
Selain itu, pemerintah tampaknya tidak terlalu peduli terhadap pemeliharaan bendungan tua berumur 80 tahun ini. Memang pemerintah sempat mengadakan beberapa perbaikan pada tanggul bendungan ini, namun perbaikan ini hanyalah perbaikan kecil saja karena pemerintah menganggap tidak ada masalah dengan tanggul ini. Padahal setiap tahun dianggarkan dana Rp1,5 miliar untuk pemeliharaan rutin tanggul.
Dari bencana Situ Gintung ini, kita harus segera sadar diri dan berusaha agar lebih bersahabat dengan alam. Jangan ada lagi pembangunan perumahan secara tidak terkendali di sekitar bantaran bendungan, agar fungsi bendungan tidak berubah dan warga tidak lagi menjadi korban.
Pemerintah juga harus lebih serius dalam memelihara setiap fasilitas yang ada. Jangan hanya bersemangat saat membangun saja, namun enggan melakukan pemeliharaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar